Jogja Technopark (Sumber Foto : Detiktravel.com)
Jogja Pekan, Yogyakarta - Seiring meningkatnya kebutuhan akan ruang publik yang multifungsi dan ramah lingkungan, konsep pembangunan kawasan teknologi seperti Jogja Technopark (JTP) mulai mengalami pergeseran paradigma. Tak sekadar sebagai pusat inovasi dan inkubasi bisnis teknologi, keberadaan JTP kini dituntut mampu memberikan nuansa rekreatif yang mendukung produktivitas, kenyamanan, serta keseimbangan psikis penggunanya.
Isu ini muncul di tengah pengembangan rancangan kawasan technopark yang menitikberatkan pada pendekatan green architecture atau arsitektur hijau. Namun, pertanyaan yang muncul adalah: apakah bangunan yang ramah lingkungan saja sudah cukup? Jawabannya tidak. Konsep rekreatif yang mengakomodasi kebutuhan manusia untuk rileksasi, interaksi sosial, dan penguatan koneksi emosional dengan ruang perlu menjadi elemen yang tak terpisahkan dalam rancangan kawasan ini.
Green Architecture Tak Cukup Tanpa Sentuhan Humanistik
Green architecture, dengan prinsip efisiensi energi, penggunaan material lokal, pencahayaan alami, hingga pengelolaan air, memang menjadi jawaban atas krisis ekologis masa kini. Akan tetapi, dalam konteks kawasan publik seperti Jogja Technopark, aspek rekreatif menjadi the missing link yang seringkali terlupakan.
Menurut laporan riset dari Universitas Gadjah Mada tahun 2021, ruang-ruang publik yang menggabungkan unsur rekreasi terbukti meningkatkan kepuasan pengguna hingga 35% lebih tinggi dibandingkan bangunan dengan desain fungsional murni. Penelitian ini juga menekankan pentingnya ruang terbuka hijau, taman interaktif, ruang duduk informal, hingga galeri terbuka sebagai bagian dari strategi arsitektur yang lebih humanis.
Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan elemen rekreatif bukan hanya pelengkap, tetapi bagian esensial dari keberhasilan desain kawasan publik modern seperti technopark.
Jogja Technopark: Bukan Hanya Laboratorium, Tapi Ruang Hidup
Jogja Technopark yang terletak di wilayah Maguwoharjo, Sleman, sejak awal dicanangkan sebagai pusat teknologi dan inkubasi startup di Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun di tahun 2021–2022, tekanan untuk menjadikan kawasan ini lebih inklusif, nyaman, dan menarik bagi generasi muda mulai meningkat.
Banyak mahasiswa, pelaku UMKM teknologi, hingga komunitas kreatif lokal berharap agar kawasan ini tidak hanya berfungsi sebagai ruang kerja dan riset, tetapi juga sebagai tempat rekreasi produktif, tempat bertukar ide, bahkan menikmati momen santai setelah aktivitas padat.
“Kalau tempatnya terlalu kaku dan formal, kreativitas jadi mandek. Butuh ruang terbuka yang bisa buat duduk santai, berdiskusi ringan, atau bahkan healing sejenak,” ujar Nadia Rahma, mahasiswa arsitektur Universitas Islam Indonesia yang melakukan studi lapangan di JTP pada akhir 2021.
Ruang Rekreatif Meningkatkan Produktivitas dan Kesehatan Mental
Isu kesehatan mental menjadi sorotan utama pasca-pandemi COVID-19. Banyak pekerja dan mahasiswa mengalami kelelahan mental akibat aktivitas daring dan tekanan kerja tanpa jeda. Dalam konteks ini, ruang rekreatif yang terintegrasi dalam bangunan dan lanskap kawasan teknologi menjadi penting.
Sebuah studi dari WHO (2021) menyebutkan bahwa interaksi dengan ruang hijau, bahkan hanya selama 15 menit sehari, dapat menurunkan tingkat stres hingga 60%. Artinya, taman, area bermain ringan, air mancur interaktif, dan bahkan jalur jalan kaki yang rindang bukan hanya ornamen estetika, tapi komponen vital dalam menciptakan ruang kerja yang sehat.
Untuk itu, penggabungan antara green architecture dan elemen rekreatif harus dijadikan landasan desain utama, bukan sekadar tambahan kosmetik dalam masterplan kawasan.
Solusi Desain: Simbiosis antara Ekologi dan Rekreasi
Desain rekreatif dalam kawasan technopark bukan berarti mengorbankan nilai-nilai ekologis. Justru, dengan pendekatan yang tepat, kedua elemen ini dapat bersinergi. Misalnya:
Taman Vertikal dan Rooftop Garden: Selain menurunkan suhu bangunan, taman ini bisa digunakan sebagai tempat istirahat atau diskusi santai.
Amfiteater Terbuka: Dapat difungsikan sebagai tempat presentasi inovasi, pertunjukan seni, hingga kuliah umum terbuka.
Jalur Sepeda dan Area Jalan Kaki yang Hijau: Mendorong gaya hidup sehat dan memperkaya pengalaman spasial pengguna.
Paviliun Serbaguna: Bangunan kecil yang fleksibel untuk pameran produk startup, forum komunitas, atau workshop terbuka.
Pendekatan ini bukan hanya membuat kawasan lebih hidup, tetapi juga memperkuat citra Jogja Technopark sebagai tempat yang menyenangkan dan menginspirasi, bukan hanya tempat kerja dan bisnis.
Dalam semangat pembangunan berkelanjutan yang memadukan efisiensi ekologis dan kesejahteraan sosial, konsep rekreatif harus dimasukkan ke dalam perencanaan Jogja Technopark. Kawasan ini harus menjadi ruang hidup yang merangkul kreativitas, produktivitas, dan keseimbangan emosional penggunanya.
Tahun 2021/2022 menjadi momentum penting bagi pengembang dan perencana kawasan untuk merevisi paradigma teknokratik yang terlalu kaku. Masa depan kawasan teknologi bukan sekadar tentang digitalisasi dan efisiensi energi, tetapi juga tentang menciptakan ruang yang human-friendly.
Dengan memadukan arsitektur hijau dan desain rekreatif, Jogja Technopark bisa menjadi model kawasan inovatif masa depan: berwawasan lingkungan, menyenangkan secara emosional, dan menghidupkan kreativitas kolektif masyarakatnya.
0 Komentar