![]() |
| Disaster Network dan KSPB Ubaya Lakukan Home Visit Kesehatan Mental |
JOGJA PEKAN - Di tengah status aktif Gunung Merapi yang masih berada pada level Siaga, tim Disaster Network bersama Kelompok Studi Psikologi Bencana (KSPB) Universitas Surabaya (Ubaya) kembali menggelar kegiatan home visit kesehatan mental di sejumlah dusun di kawasan rawan bencana lereng Gunung Merapi. Kegiatan yang berlangsung intensif pada awal Desember 2025 ini difokuskan pada pendampingan psikososial bagi kelompok lansia dan individu berkebutuhan khusus, yang merupakan kelompok paling rentan terhadap dampak psikologis dari aktivitas vulkanik yang terus berlangsung. Program serupa telah dijalankan secara berkesinambungan sejak tahun 2018 paska erupsi Mei 2018 oleh Disaster Network dengan komunitas Pasag Merapi dan Radio Komunitas Lintas Merapi, menunjukkan komitmen panjang berkelanjutan.
Kegiatan home visit ini memiliki tiga tujuan utama pertama memberikan pendampingan psikologis berkelanjutan dan memantau perkembangan kondisi lansia yang telah didampingi pada program sebelumnya, kedua secara aktif menjangkau lansia dan disabilitas baru yang belum tersentuh layanan, dan ketiga menjadi media pembelajaran langsung bagi mahasiswa psikologi dalam menangani komunitas rentan di area bencana aktif.
Kegiatan ini dikoordinasi Dr. Listyo Yuwanto, founder Disater Network, dengan melibatkan sejumlah mahasiswa psikologi yang telah mendapatkan pelatihan khusus, di antaranya Muhammad Sulthan Rasyid, Ayu Rahmawati, dan Jesselyn Tjuanita. Bagi para mahasiswa, kegiatan di lapangan ini menjadi kancah praktik yang sangat berharga di luar ruang kuliah. Mereka belajar untuk menerapkan teori psikologi dalam konteks nyata yang penuh dinamika.
Muhammad Sulthan Rasyid mengungkapkan, “Berinteraksi langsung dengan para sesepuh yang hidup di bawah bayang-bayang Merapi mengajarkan saya arti ketangguhan yang sesungguhnya. Mendengarkan cerita mereka, tidak hanya tentang ketakutan, tetapi juga tentang cara mereka bertahan dan menemukan makna hidup masa senja di tanah yang mereka cintai, adalah pembelajaran yang mendalam tentang resilience komunitas.”
Ayu Rahmawati menekankan pentingnya pendekatan personal dan budaya. “Setiap rumah punya cerita yang unik. Kami belajar bahwa pendampingan yang efektif harus sensitif terhadap budaya lokal, adat istiadat, dan pola komunikasi khas masyarakat lereng Merapi. Kepercayaan tidak bisa dibangun instan, tetapi dengan pendekatan yang tulus dan berkelanjutan.” Jesselyn Tjuanita membagikan insight tentang pendampingan pada individu berkebutuhan khusus di area bencana. “Menjangkau teman-teman disabilitas di sini membutuhkan pendekatan yang lebih kreatif dan sabar. Kami belajar untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik mereka, baik secara psikologis maupun logistik dalam situasi siaga bencana. Pengalaman ini membuka mata saya tentang pentingnya inklusivitas dalam program penanggulangan bencana.”
Dr. Listyo Yuwanto menegaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya tentang memberikan pendampingan, tetapi juga tentang membangun kapasitas generasi muda Indonesia yang tanggap dan empatik terhadap isu kebencanaan. “Merapi adalah kancah bagi mahasiswa kami sejak tahun 2004 tentang humanitas, kesabaran, dan bagaimana menjadi bagian dari solusi bagi masyarakat. Disaster Network juga membuka kesempatan seluas-luasnya bagi mahasiswa Universitas lain yang juga tertarik di bidang pengurangan risiko bencana untuk berkolaborasi.”


0Komentar