![]() |
Aliansi Bekasi Memanggil, UIN Memanggil, dan Aliansi Mahasiswa UNAS menggelar kegiatan bertajuk “Panggung Kebudayaan Masa” pada Kamis, 1 Mei 2025. (Foto: Dok/Ist). |
Jogja Pekan, Jakarta - Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional, sejumlah elemen mahasiswa dari berbagai kampus yang tergabung dalam aliansi Bekasi Memanggil, UIN Memanggil, dan Aliansi Mahasiswa UNAS menggelar kegiatan bertajuk “Panggung Kebudayaan Masa” pada Kamis, 1 Mei 2025, bertempat di Kampus Universitas Pamulang (Unpam). Kegiatan ini menjadi ruang refleksi dan perlawanan terhadap ketidakadilan sosial yang masih dialami oleh kelas pekerja di Indonesia.
Rangkaian kegiatan yang disajikan meliputi Mimbar Bebas, Orasi Ilmiah, Live Akustik, dan Musikalisasi Puisi. Seluruh kegiatan ini dirancang sebagai medium ekspresi dan edukasi politik untuk menguatkan solidaritas antar elemen rakyat.
Pada sesi Mimbar Bebas dan Orasi Ilmiah, para narasumber yang terdiri dari mahasiswa dan aktivis menyampaikan berbagai perspektif kritis terkait nasib buruh. Azriel Rafli A. dari Bekasi Memanggil membuka orasi dengan menggugat keberpihakan negara yang selama ini lebih condong pada pemilik modal ketimbang kepada buruh. Ia menegaskan bahwa ketimpangan terhadap buruh bukanlah persoalan teknis semata, melainkan bagian dari sistem yang dirancang untuk menjaga dominasi ekonomi segelintir elit. “Negara terlalu sering berdiri di sisi modal, bukan di sisi buruh,” tegasnya.
Ikbal Apriadi dari
Unpam Menggugat mengingatkan bahwa kampus semestinya menjadi ruang pembebasan, bukan justru mencetak lulusan yang apatis terhadap realitas sosial. Ia menyampaikan bahwa mahasiswa harus peka terhadap isu ketenagakerjaan, karena ketika kampus tunduk pada sistem yang menindas, maka kampus itu sendiri telah gagal menjalankan fungsinya sebagai pencerah.
Muhammad Sigit dari
UBK Connection mengangkat isu eksploitasi dalam era ekonomi digital. Ia menyoroti kondisi para pekerja platform yang bekerja tanpa jaminan sosial, upah layak, dan kepastian kerja. “Teknologi tidak boleh menjadi alat baru untuk memperhalus penindasan,” ungkapnya, mengingatkan bahaya eksploitasi yang terbungkus dalam modernitas.
Mujais Yudian dari
Aliansi Mahasiswa UNAS menekankan pentingnya membangun solidaritas lintas sektor antara buruh, tani, dan mahasiswa. Ia menyatakan bahwa kemiskinan dan ketimpangan bukanlah takdir, melainkan hasil dari kebijakan ekonomi-politik yang timpang. “Kita hidup dalam sistem yang membuat kemiskinan menjadi kewajaran dan kekayaan menjadi warisan. Ini bukan kebetulan, ini dirancang,” ujar Mujais dengan nada lantang.
Dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Hilmi Anwar Al Mughni selaku Wakil Ketua SEMA FITK menyampaikan bahwa buruh adalah representasi rakyat yang paling nyata dalam pembangunan. Namun, negara kerap abai terhadap hak-hak dasar mereka. Ia menekankan pentingnya jaminan sosial, jam kerja manusiawi, dan upah layak. “Buruh adalah pondasi bangsa, tapi terus-menerus ditempatkan sebagai beban negara,” tegasnya dalam orasi.
Luthfillah Maulana, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN, menambahkan perspektif Islam terkait keadilan kerja. Ia menjelaskan bahwa dalam Islam, pekerja memiliki hak yang harus dipenuhi secara manusiawi dan spiritual. Ia mengutip prinsip bahwa “upah harus diberikan sebelum keringat pekerja mengering,” sebagai bentuk penghormatan Islam terhadap kerja. “Jika negara tak mampu menegakkan keadilan, maka umatlah yang harus bersuara,” serunya.
Selain orasi, suasana semakin hidup dengan penampilan Band Deri Posmen yang membawakan lagu-lagu bertema perlawanan sosial serta pertunjukan musikalisasi puisi yang mengangkat narasi penderitaan dan harapan buruh.
Sebagai penutup dari seluruh rangkaian acara, dilakukan pembacaan pernyataan sikap mahasiswa yang dipimpin langsung oleh Azriel Rafli Akbar. Dalam pembacaan tersebut, disampaikan tuntutan-tuntutan moral dan politis mahasiswa terhadap pemerintah dan pemangku kebijakan. Pernyataan tersebut berbunyi:
Pernyataan Sikap Mahasiswa
Panggung Kebudayaan Masa – Refleksi Hari Buruh Internasional
Kami menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menghormati dan Mengapresiasi Buruh
Kami mengapresiasi seluruh pekerja di berbagai sektor yang telah menjadi tulang punggung pembangunan nasional. Tanpa kerja keras mereka, roda perekonomian tidak akan bergerak.
2. Menuntut Perlindungan dan Kesejahteraan yang Layak
Kami mendesak pemerintah dan pemangku kebijakan untuk lebih serius dalam menjamin perlindungan terhadap hak-hak pekerja, termasuk penghapusan praktik kerja eksploitatif, pemberian upah layak, jaminan kesehatan, dan jaminan hari tua.
3. Mendorong Dialog Sosial dan Hubungan Industrial yang Adil
Kami percaya bahwa dialog antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah harus dibangun atas dasar keadilan, keterbukaan, dan kesetaraan demi menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif.
4. Menolak Komersialisasi Tenaga Kerja
Kami menolak segala bentuk kebijakan yang merugikan buruh, termasuk sistem kerja kontrak berkepanjangan dan outsourcing yang tidak manusiawi.
5. Mendorong Pendidikan dan Pelatihan untuk Pekerja
Peningkatan kapasitas dan keterampilan kerja sangat penting agar pekerja Indonesia mampu bersaing secara global. Oleh karena itu, kami mendorong investasi pada pendidikan vokasi dan pelatihan kerja.
Momentum Hari Buruh ini harus menjadi refleksi bersama: bahwa pekerja bukanlah objek pembangunan, melainkan subjek utama dalam menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama.
0 Komentar