Sisi foto kiri Paus Fransiskus dan sisi kanan Agung Putra Mulyana |
Jakarta, 12 September 2024 – Kedatangan Paulus di Indonesia menjadi sorotan media tanah air, di mana Paulus digambarkan sebagai sosok yang membawa pesan kuat tentang toleransi dan penuh kesederhanaan. Agung Putra Mulyana, S.Tr.I.Kom.,M.I.Kom, dosen ilmu komunikasi yang telah fokus dengan kajian media baru , menilai bahwa pesan yang telah di sampaikan ini sangat relevan ketika dibahas dalam kajian ilmu komunikasi, terutama dalam ranah simbolik yang setiap hari dipertontonkan oleh media kepada masyarakat.
Menurut Agung, media memiliki peran yang sangat penting dikehidupan masyarakat dalam membentuk opini publik. “Melalui gambar, bahasa, dan simbol-simbol yang mereka tampilkan, media mampu memperkuat pesan yang ingin disampaikan secara serentak. Dalam situasi kedatangan Paulus coba kita telaah, simbol-simbol yang telah dimunculkan, seperti pakaian yang sederhana digunakan dan interaksi ramah dengan masyarakat, menjadi nilai representasi yang nyata dari sebuah kesederhanaan dan toleransi,” jelasnya.
Dari perspektif kajian semiotika, cabang ilmu komunikasi yang mempelajari tanda atau simbol, setiap elemen yang disampaikan oleh media merupakan bagian dari konstruksi pesan yang kompleks. Pakaian sederhana Paulus yang digunakan misalnya, bukan sekadar bagian elemen fashion semata saja, tetapi sebuah tanda atau simbol yang dipahami masyarakat sebagai bentuk kerendahan hati manusia. Agung menjelaskan bahwa media telah memainkan peran cukup besar dan strategik dalam memperbesar makna simbolis tersebut, sehingga dapat direkam sempurna oleh publik yang lebih luas.
“Kita lihat bagaimana gambar-gambar Paulus yang sedang menyapa kita dengan cara yang sangat informal dan rendah hati menjadi berita utama di berbagai media. Ini bukan sekadar reportase visual ke publik, tetapi secara aktif media telah mengkonstruksi dan mempromosikan gagasan tentang ‘kesederhanaan’ dan ‘toleransi tinggi’ sebagai narasi utama kedatangannya,” tambah Agung.
Tidak hanya itu, Agung juga menekankan pentingnya framing dalam informasi yang telah di munculkan media. Framing adalah cara media memilih, menyusun, dan menekankan aspek-aspek tertentu dari suatu peristiwa untuk membentuk interpretasi masyarakat. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Erving Goffman, yang mendefinisikan framing sebagai cara individu bahkan kelompok menggunakan bingkai tertentu untuk menafsirkan dan memahami dunia disekelilingnya. Hal ini, media mem-framing Paulus sebagai tokoh yang membawa pesan positif dalam konteks sosial saat berkenjung di Indonesia. “Media bisa saja memilih untuk mengambil angle lain dari kedatangan nya, nyatanya media memilih untuk fokus pada sisi kesederhanaan dan toleransi. Ini adalah contoh bagaimana framing dapat mempengaruhi opini publik,” jelas Agung.
Selain itu, Agung juga membahas bagaimana narasi tentang kedatangan Paulus ini dihadirkan dalam berbagai platform media, baik cetak maupun digital. Menurutnya, dalam era komunikasi digital, pesan seperti yang dibawa oleh Paulus telah disampaikan dengan cara yang dapat diterima oleh berbagai segmen masyarakat. “Simbol-simbol yang digunakan di media sosial, seperti hashtag dan video pendek yang telah dibuat oleh masyarakat melalui media baru seperti facebook, youtube dan Instagram menjadi alat penting sebagai perpanjangan tangan untuk menyebarluaskan nilai-nilai yang dibawa oleh Paulus. Situasi ini sebagai bukti nyata dalam buku yang berjudul Understanding Media: The Extensions of Man karya Marshall McLuhan, mengemukakan bahwa teknologi dan media adalah perpanjangan dari kemampuan manusia. Dalam konteks ini, media digital menjadi sarana efektif untuk menguatkan simbol kesederhanaan dan toleransi,” katanya.
Dengan adanya media yang selalu mempromosikan simbol-simbol ini, kedatangannya tidak hanya dilihat sebagai peristiwa biasa – biasa saja, tetapi sebagai momentum penting yang dapat memicu diskusi tentang nilai-nilai yang esensial disekililing kita yang cukup kita hargai dan jalankan kebaikannya. “Kehadiran Paulus di negara kita dan cara media menyajikannya menjadi bahan kajian yang menarik dalam ilmu komunikasi, di mana kita bisa melihat bagaimana simbol-simbol diciptakan, diperkuat, dan disebarkan yang menyimpan makna tujuan untuk membentuk pandangan masyarakat agar lebih baik lagi,” tutup Agung.
Kajian ini menunjukkan bahwa media memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik, dan bagaimana penggunaan simbol-simbol sederhana dapat mengandung makna yang mendalam serta mempengaruhi cara masyarakat memahami suatu peristiwa yang dilihat.
0 Komentar